Sepeda Gunung atau Mountain Bike (MTB) tahun 1990-an sempat booming di Indonesia. Sepeda yang sebenarnya untuk dipakai di medan off road kala itu malah sering dijumpai di jalan-jalan raya. Penggemarnya mulai dari anak-anak sampai kakek. Kini, sejalan dengan waktu, kegiatan MTB masih tetap berjalan, namun sudah terjadi seleksi alam. MTB sudah masuk dalam Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) sebagai olahraga yang diperlombakan.

Tapi juga bagi yang betul-betul mencintainya, mereka melakukan perjalanan bersepeda dengan konsisten. Mereka melakukan sampai jauh ke luar kota, hanya untuk mencari rute atau medan yang menantang. Misalnya jalan-jalan di desa atau segala pelosok yang tak beraspal. Bertualang dengan sepeda tak kalah menariknya dengan mendaki gunung atau kegiatan out door lainnya.
Tengok saja di hari-hari libur, penggemar MTB secara berkelompok melakukan ”penjelajahan” ke daerah pinggiran kota, hanya untuk menikmati suasana desa dan pemandangan yang lain dari yang lain, sekaligus membuat badan jadi sehat. Penjelajahan dengan sepeda gunung walau terkesan mudah, namun jika fisik tak menunjang maka bukan kenikmatan yang diperoleh melainkan sengsara!
”Orang yang menganggap enteng kegiatan ini, biasanya cuma sebentar. Besok-besok sepedanya pasti sudah masuk gudang atau jadi besi tua,” ujar Supriadi (45), penggemar MTB yang bermukim di perumahan elit Jatibening. Orang seperti ini, menurutnya, lekas bosanan. Beda dengan mereka yang menyukai MTB, yang selalu mencari lintasan dan daerah baru untuk bersepeda dengan kawan-kawannya. Ini harus dilakukan karena akan selalu menimbulkan rasa senang
Bagi bapak tiga anak itu, ber-MTB sudah mendarah daging. Buktinya, hampir tiap minggu itu dilakoninya. Jika tidak bersama kawan-kawannya yang sehobi, dia ajak putranya untuk berkeliling di sekitar pinggiran Bekasi. Walau daerah ini baginya sudah ”sesak” dengan bangunan, namun apa boleh buat daripada tidak sama sekali.
Tapi jika dengan teman-teman, dia sering mengangkut sepeda dengan mobil ke luar kota. Terakhir ini mereka melakukannya ke daerah Cisarua, Jawa Barat. Di sana, walau masih dekat dengan Jakarta, masih menyisakan tempat-tempat yang menantang dan asri. Salah satu contoh adalah Gunung Emas, perkebunan teh yang terhampar luas, mulai dari Taman Safari sampai Puncak.
Supriadi yang kebetulan memiliki vila di Cisarua, seringkali memakai vilanya sebagai base untuk memulai penjelajahannya. Rute yang diambil dari jalan masuk ke Taman Safari. Sekitar pertengahan jalan, dia dan teman-temannya berbelok ke kiri memasuki jalan kecil. Tentu saja lintasan perdana ini tanjakan melulu tanpa ada jalan datar. ”Kalau kita nggak biasa dengan tanjakan, napas langsung habis dan nyerah!” ujarnya.
Hilang Rasa Lelah
Lintasan ini penuh variasi. Selain di awalnya kebanyakan didominasi tanjakan, di pertengahan jalan, rute sedikit datar sehingga bisa memberi kesempatan bernapas. Selain itu pemandangan mulai bebas dari vila-vila dan serba hijau. Ada kebun-kebun sayur, sedikit sawah, juga hamparan kebun teh yang luar biasa indahnya. Menurutnya, ini hadiah yang luar biasa hebatnya bagi pengendara sepeda. ”Rasa capek bisa hilang segera kalau ketemu yang beginian,” ujarnya lagi.
Rute Cisarua ini olehnya disarankan karena cukup lengkap variasi lintasannya. Setelah melewati jalan datar, ada turunan yang panjang sekali yang membawa mereka ke Pabrik Teh Gunung Emas, didekat Puncak Pas. Turunan ini bisa membuat terlena peserta sepeda gunung. Sebab saking asyiknya, refleks menjadi tumpul. Ketika melindas batu atau berbelok, lupa ngerem. Akibatnya, sepeda bisa terjungkal dan melempar pesepeda ke pinggir jurang.
Menurut Tjahya Sukandar (37), pesepeda gunung lainnya, jika mau lintasan yang agak menantang dan panjang, daerah Banten bisa menjadi pilihan selain Sukabumi Selatan. Kalau rute ini yang dipilih maka butuh waktu sekitar 2-3 hari. Artinya, itu bisa dilakukan sejak Jumat sampai Minggu dan persiapan yang dibutuhkan lebih banyak lagi. Beda dengan rute yang di sekitar Puncak atau Cisarua yang hanya makan waktu 4-6 jam saja, bisa selesai.
Di Banten ada lintasan yang menarik, namun jika dilakukan di musim panas agak kedodoran juga yakni, start dari Anyer menuju ke arah selatan hingga ke Bayah lalu ke Pelabuhan Ratu. Tjahya pernah menjajal lintasan ini dengan teman-temannya ini, tentu dengan dukungan kendaraan yang membawa perbekalan. Karena perjalanannya lebih panjang dan berhari-hari maka kenikmatannya juga lain. Antara kenikmatan dan sengsara, menurutnya, seimbang!
”Nikmatnya kalau pas mau makan, jadi lahap dan tidur juga lelap,” tuturnya. Kunci agar perjalananan sukses adalah persiapan. Persiapan itu macam-macam. Mulai dari kondisi tubuh yang harus fit, peralatan perbaikan sepeda, bekal makanan dan kekompakan tim. Yang tak kalah penting adalah sikap dalam membawa diri. Jika terjadi sesuatu yang tak diinginkan maka bantuan dari warga desa setempat yang dilalui, mudah. Salah satu contoh jika kemalaman, rumah warga pasti senang ditumpangi.
Agar perjalanan tersebut terekam dengan baik, saran Tjahya, nama tempat dan jarak dicatat. Juga jenis medannya dideskripsikan, apakah berbukit-bukit, berapa tanjakan, turunan yang dilewati. Atau bagian yang datar berapa banyak. Catatan ini akan menjadi penting untuk mengatur strategi selanjutnya, jika akan kembali ke tempat tersebut. Atau catatan itu juga akan berguna untuk tim pesepeda lainnya jika akan ke sini. Misalnya,di mana tempat (desa) untuk beristirahat dengan baik dan makanan apa saja yang bisa dijumpai di sana. Siapkah kini menjelajah dengan sepeda gunung?

Hikayat Sepeda
Sepeda dahulu kala dibuat pertama kali bukan untuk sarana rekreasi apalagi olahraga. Hikayat menyebutkan bahwa dia dibuat sebagai upaya mengurangi gerak tubuh manusia dalam menempuh perjalanan. Dulu manusia menempuh perjalanan hanya dengan jalan kaki. Maka manusia memutar otak mencari bentuk transportasi yang lebih efisien dan tak menguras tenaga ketimbang jalan kaki.
Di zaman Mesir Kuno, sepeda hanyalah sebuah balok melintang dengan dua roda kayu di bawahnya. Kala itu tak dikenal pengayuh atau pedal. Yang mempopulerkan pedal dan rantai penggerak roda belakang adalah James Starley. Sehingga pada tahun 1900 di Amerika Serikat tercatat ada 70 ribu buruh untuk membuat 4 juta unit sepeda.
Semula fungsi sepeda murni adalah alat transportasi. Tapi lambat laun muncul bentuk fungsi lain akibat naluri kompetitif manusia. Fungsinya lalu menjarah ke bidang lomba. Siapa yang cepat menempuh jarak tertentu dengan naik sepeda dinobatkan jadi juara. Maka fungsinya pun sejak saat itu berubah jadi olahraga prestasi.
Bagaimana dengan mountain bike (MTB)? Jenis sepeda ini, menurut data, lahir tahun 1976. Dia tercipta oleh beberapa kelompok orang California yang awalnya dijuluki clunker atau cruiser di kawasan Marin County. Orang-orang ini sebelumnya ‘gila berat’ sama sepeda jenis bicycle motor cross (BMX). Mereka jika lomba dengan BMX, gayanya itu khas sekali. Yakni, lompat-lompat di atas balok kayu (log jump), batu dan sebagainya.
Tapi kenapa mereka pindah ke MTB dan menciptakan sepeda jenis itu? Menurut mereka, BMX kurang mampu menempuh jarak jauh sambil mendaki atau pun menuruni bukit. Selain itu, frame geometrical-nya (kerangka) amat beda sehingga teknis pengendaliannya juga berbeda. Pada log jump, MTB tak mampu melakukan manuver seperti itu. Tapi BMX begitu mudah dan tangkas.
Lalu bagaimana memilih MTB yang laik dan mampu mengatasi medan berat? Menurut para pakar, sebaiknya belilah sesuai kebutuhan dan keperluan. Jika cuma untuk dipakai dalam jarak pendek, tentu tak perlu yang mahal. Namun jika suatu hari kita punya minat untuk membeli yang ternama, pastikan belilah yang top branded. Sebab, lazimnya produk ternama memberi jaminan kualitas yang pasti.
Yang jadi pertanyaan bagaimana mengetahui sepeda itu mereknya ternama, sementara kita sama sekali belum tahu apa-apa tentang sepeda? Ini gampang, tanyakan pada dealer atau toko sepeda tentang spesifikasi sepeda yang bakal dibeli. Merek sepeda yang beken biasanya spesifikasi dan ukurannya jelas dan tak berubah-ubah. Atau lihat majalah sepeda untuk mengetahui lebih jauh tentang itu.
Dan jangan lupa cek pipa kerangka sepeda (frame tubes). Material kerangka MTB terbuat dari macam-macam bahan. Ada yang dari besi sehingga kuat dan keras, namun akhirnya sepeda jadi berat. Juga ada bahan yang terbuat dari besi campuran yang disebut High Tension atau sering disingkat Hi-Ten yang lebih ringan dari besi.
Kemudian lahir penemuan baru lagi yakni Chromoly. Tujuannya sama agar sepeda menjadi lebih ringan dari sebelumnya. Tapi belum lama Chromoly hadir, lahir konsep tubing baru yang disebut Tange. Yang disusul lagi oleh Alumunium, Carbon, dan Titanium. Sepeda pun menjadi semakin ringan namun tetap kuat.
Richard Cunningham yang mendesain sepeda gunung dengan merek Nishiki dan Mantis menyarankan pada mereka yang serius tapi punya dana pas-pasan, agar membeli frame (terbaik) lebih dulu ketimbang membeli sepeda komplit yang mahal sekali. Bagian atau komponen lain bisa dibeli satu per satu yang sesuai dengan komponen sehingga tak perlu berkali-kali melakukan perbaikan.
Yang juga tak kalah penting adalah di saat kita berhadapan dengan pedagang sepeda. Pertama kali mintalah brosur (katalog) yang berisi spesifikasi. Sesuaikan geometri sepeda yang akan dibeli dengan geometri sepeda yang harganya lebih tinggi.
Kalau kita menemukan kesamaan geometri dengan sepeda yang akan kita pilih, antara lain head angle (sudut kepala stang), seat angle (sudut pipa sadel dengan pipa atas), top tube length (panjang pipa atas) dan chainstay length (panjang pipa kedudukan rantai) maka sepeda Anda sudah mirip sepeda yang harganya lebih mahal.
Kendati demikian, semakin canggih teknologi, maka semakin mahal pula harga sebuah sepeda. Bahkan mencapai puluhan juta rupiah. Lantas, apakah kegiatan ini hanya ditujukan bagi mereka yang berkantong tebal? "Tidak juga. Banyak dari mereka yang berasal dan kalangan bawah yang suka olahraga ini. Mahal itu relatif dan tidak bisa diukur. Banyak sepeda yang harganya murah. Tapi memang standarnya sepeda yang untuk bertanding sekitar Rp 5 juta. Sedangkan untuk championship itu sekitar Rp 20 juta-an. Sekarang tinggal kita yang memilih sendiri. Apakah sepeda itu untuk bertanding demi negara, atau hanya untuk having fun saja,
 Bahkan, beberapa merek sepeda gunung harganya bisa melangit hingga di atas Rp 50 juta. Biasanya, kerangka sepeda itu terbuat dari karbon fiber. Beratnya pun begitu ringan dan bisa diangkat dengan satu tangan. Desainnya pun semakin berkembang mengikuti kebutuhan si pengguna. Kini, banyak sepeda yang menggunakan rem cakram. Ini merupakan adaptasi teknologi kendaraan bermotor. Artinya, tingkat keamanan pun semakin tinggi pula. Guna meredakan kejutan atau goncangan, umumnya sepeda gunung dilengkapi dengan shockbreaker, entah di depan, tengah, atau bagian belakang.